Monolog Seorang Pengelana Kota: Tentang Hening, Warna, dan Daftar Fomototo
Monolog Seorang Pengelana Kota: Tentang Hening, Warna, dan Daftar Fomototo
Blog Article
[Lampu redup. Suara kendaraan samar. Seorang lelaki berdiri di tengah trotoar, dengan jaket lusuh dan tas selempang. Ia mulai bicara…]
Kau tahu apa yang paling sulit di kota ini?
Bukan mencari makan.
Bukan juga menyeberang tanpa ditabrak.
Yang paling sulit… adalah menemukan ruang untuk diam.
[Lelaki berjalan pelan ke kanan, menatap langit Jakarta yang kelabu.]
Aku pernah mencoba semuanya.
Meditasi lima menit.
Aplikasi kesehatan mental.
Bahkan pelatihan “detoks digital” yang ujung-ujungnya suruh bayar ratusan ribu.
Tapi tak satu pun memberiku keheningan yang benar-benar sederhana.
Sampai suatu malam, di halte yang sepi,
aku melihat iklan kecil di tembok yang penuh stiker ojek online:
"Capek? Coba daftar Fomototo.”
[Lelaki duduk di kursi beton, menatap penonton.]
Aku daftar.
Tanpa harapan. Tanpa bayangan.
Yang kutemukan?
Bukan game. Bukan aplikasi pamer. Bukan medsos.
Yang kutemukan adalah…
layar hening,
warna-warna sederhana,
dan waktu yang terasa melambat.
[Lelaki berhenti sejenak. Menghela napas.]
Setelah daftar Fomototo,
aku sadar — ternyata aku tidak butuh validasi.
Tidak butuh like.
Tidak butuh ranking.
Yang kubutuhkan hanya satu hal:
kesempatan untuk hadir dalam hidupku sendiri.
[Lelaki berdiri. Menatap mata setiap penonton.]
Jika kau lelah,
jangan buru-buru ke luar kota.
Jangan habiskan gajimu demi pelarian sesaat.
Kadang, keheningan bisa datang dari satu klik kecil.
Dari keberanian untuk daftar Fomototo,
dan menantang dirimu… untuk tidak melakukan apa-apa.
Hanya… menyusun. Merasakan. Mengizinkan.
[Lelaki melangkah pelan ke ujung panggung.]
Aku bukan siapa-siapa.
Hanya pengelana kota,
yang menemukan pulang bukan di rumah mewah,
tapi di laman sederhana…
bernama Fomototo.
[Cahaya padam. Tepuk tangan menggema.]
Catatan Penulis:
Monolog ini bisa diadaptasi menjadi konten video teater pendek, voiceover reflektif, atau even pertunjukan puisi panggung bertema urban healing.